EDISI APRESIASI PUISI KONTEMPORER @ MAHMUD HIDAYAT *COLONNES SANS FIN* SUTARDJI CALZOUM BACHRI

Tiang tanpa akhir tanpa apa di atasnya tiang tanpa topang tanpa apa di atasku tiang tanpa akhir tanpa duka lukaku tiang tanpa siang tanpa malam tanpa waktu tiang tanpa akhir menuju ke mana kau dan aku yang langit koyak yang surga tumpah karena tinggi tikammu luka terhenyak neraka semakin galak dalam botolmu tiang tanpa akhir ah betapa kecilnya kau jauh di bawah kakiku Tiang (tonggak) adalah “kiasan sesuatu yag menjadi pokok kekuatan, penghidupan, dsb.” (KBBI, 2014: 1459). Dikatakan dalam puisi tersebut bahwa pokok kekuatan (penghidupan, dsb.) itu _tanpa akhir_ (“Colonnes Sans Fin”), tanpa ujung, tidak berkesudahan atau berpenghabisan sehingga tidak terlihat apa yang ada di atasnya ( _tanpa apa di atasnya_ ) dan tidak tahu rahasia apa yang ada di dalamnya. Akan tetapi, penghidupan ( _tiang_ ) tanpa fungsi penyokong atau penunjang ( _topang_ ) kehidupan akan membuat aku kehilangan harapan atau tujuan hidup ( _tanpa apa di atasku_ ) sehingga tidak ada lagi _...

UNSUR INTRINSIK CERPEN INDAHNYA PERSAHABATAN



Indahnya Persahabatan
Betapa enak menjadi orang kaya. Semua serba ada. Segala keinginan terpenuhi. Karena semua tersedia. Seperti Tyas. Ia anak konglomerat. Berangkat dan pulang sekolah selalu diantar mobil mewah dengan supir pribadi.
Meskipun demikian ia tidaklah sombong. Juga sikap orang tuanya. Mereka sangat ramah. Mereka tidak pilih-pilih dalam soal bergaul. Seperti pada kawan kawan Tyas yang datang ke rumahnya. Mereka menyambut seolah keluarga. Sehingga kawan-kawan banyak yang betah kalau main di rumah Tyas.
Tyas sebenarnya mempunyai sahabat setia. Namanya Dwi. Rumahnya masih satu kelurahan dengan rumah Tyas. Hanya beda RT. Namun, sudah hampir dua minggu Dwi tidak main ke rumah Tyas.
“Ke mana, ya,Ma, Dwi. Lama tidak muncul. Biasanya tiap hari ia tidak pernah absen. Selalu datang.”
“Mungkin sakit!” jawab Mama.
“Ih, iya, siapa tahu, ya, Ma? Kalau begitu nanti sore aku ingin menengoknya!” katanya bersemangat
Sudah tiga kali pintu rumah Dwi diketuk Tyas. Tapi lama tak ada yang membuka. Kemudian Tyas menanyakan ke tetangga sebelah rumah Dwi. Ia mendapat keterangan bahwa Dwi sudah dua minggu ikut orang tuanya pulang ke desa. Menurut kabar, bapak Dwi di-PHK dari pekerjaannya. Rencananya mereka akan menjadi petani saja. Meskipun akhirnya mengorbankan kepentingan Dwi. Terpaksa Dwi tidak bisa melanjutkan sekolah lagi.
“Oh, kasihan Dwi,” ucapnya dalam hati,
Di rumah, Tyas tampak melamun. Ia memikirkan nasib sahabatnya itu. Setiap pulang sekolah ia selalu murung.
“Ada apa, Yas? Kamu seperti tampak lesu. Tidak seperti biasa. Kalau pulang sekolah selalu tegar dan ceria!” Papa menegur
“Dwi, Pa.”
“Memangnya kenapa dengan sahabatmu itu. Sakitkah ia?” Tyas menggeleng.
“Lantas!” Papa penasaran ingin tahu.
“Dwi sekarang sudah pindah rumah. Kata tetangganya ia ikut orang tuanya pulang ke desa. Kabarnya bapaknya di-PHK. Mereka katanya ingin menjadi petani saja”.
Papa menatap wajah Tyas tampak tertegun seperti kurang percaya dengan omongan Tyas.
“Kalau Papa tidak percaya, Tanya, deh, ke Pak RT atau ke tetangga sebelah!” ujarnya.
“Lalu apa rencana kamu?”
“Aku harap Papa bisa menolong Dwi!”
“Maksudmu?”
“Saya ingin Dwi bisa berkumpul kembali dengan aku!” Tyas  memohon dengan agak mendesak.
“Baiklah kalau begitu. Tapi, kamu harus mencari alamat Dwi di desa itu!” kata Papa.
Dua hari kemudian Tyas baru berhasil memperoleh alamat rumah Dwi di desa. Ia merasa senang. Ini karena berkat pertolongan pemilik rumah yang pernah dikontrak keluarga Dwi. Kemudian Tyas bersama Papa datang ke rumah Dwi. Namun lokasi rumahnya masih masuk ke dalam. Bisa di tempuh dengan jalan kaki dua kilometer. Kedatangan kami disambut orang tua Dwi dan Dwi sendiri. Betapa gembira hati Dwi ketika bertemu dengan Tyas. Mereka berpelukan cukup lama untuk melepas rasa rindu. Semula Dwi agak kaget dengan kedatangan Tyas secara mendadak. Soalnya ia tidak memberi tahu lebih dulu kalau Tyas ingin berkunjung ke rumah Dwi di desa.
“Sorry, ya, Yas. Aku tak sempat memberi tahu kamu!”
“Ah, tidak apa-apa. Yang penting aku merasa gembira. Karena kita bisa berjumpa kembali!”
Setelah omong-omong cukup lama, Papa menjelaskan tujuan kedatangannya kepada orang tua Dwi. Ternyata orang tua Dwi tidak keberatan, dan menyerahkan segala keputusan kepada Dwi sendiri.
“Begini, Wi, kedatangan kami kemari, ingin mengajak kamu agar mau ikut kami ke Surabaya. Kami menganggap kamu itu sudah seperti keluarga kami sendiri. Gimana Wi, apakah kamu mau?” Tanya Papa.
“Soal sekolah kamu,” lanjut Papa, “kamu tak usah khawatir. Segala biaya pendidikan kamu saya yang akan menanggung.”
“Baiklah kalau memang Bapak dan Tyas menghendaki demikian, saya bersedia. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Bapak yang mau membantu saya.”
Kemudian Tyas bangkit dari tempat duduk lalu mendekat memeluk Dwi. Tampak mata Tyas berkaca-kaca. Karena merasa bahagia.Akhirnya mereka dapat berkumpul kembali. Ternyata mereka adalah sahabat sejati yang tak terpisahkan. Kini Dwi tinggal di rumah Tyas. Sementara orang tuanya tetap di desa. Selain mengerjakan sawah, mereka juga merawat nenek Dwi yang sudah tua.





















Unsur Instrinsik :
• Tema : Persahabatan
• Tokoh : Tyas, Dwi, Papa Tyas, Dan Mama Tyas
• Watak :
·         Tyas : Suka Menolong
·         Dwi : Tidak Mau Membebani Orang Lain
·         Papa Tyas : Baik Hati
·         Mama Tyas : Peduli
• Alur : Maju
• Latar :
Tempat
·         Rumah Dwi (Lama)
·         Rumah Tyas
·         Rumah Dwi (Di Desa).
Waktu
·         Siang Hari
Suasana : Mengharukan
• Sudut pandang : Orang Pertama
• Amanat : Sebagai makluk tuhan kita harus saling tolong menolong Dan Berbagi kepada sesama















UNSUR INTRINSIKNYA :
TEMA                       : Kisah percintaan
LATAR                      : _Tempat : kolam renang SJT, taman
                                    _Waktu  : pagi hari dan malam hari
                                    _Suasana : tegang,bahagia,romantis
TOKOH                     :           Fiona (aku) :baik,pemalu,setia
Alfi              :baik,romantis,setia
                                 Eliz              :baik,
ALUR                        : Alur Maju
SUDUT PANDANG : Sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama
PENYELESAIAN      : Bahagia (happy ending)
AMANAT             : Masa remaja,memang masa-masa yang indah dan jika kita merasakan cinta terhadap lawan jenis,harus tau batasanya dan jika berpacaran harus secara sehat.
UNSUR EKTRINSIK
NILAI  :
·        BUDAYA          : sebagai perempuan kita dilarang pulang terlalu malam
·        MORAL            : kita sebagai generasi bangsa,jika berhubungan dengan lawan jenis harus bisa jaga jarak atau berpacaran secara sehat.
KERANGKA CERITA :
1.Hari minggu pagi Fion dan Eliz pergi ke kolam renang SJT.
2.Fion merasa aneh terhadap hati kecilnya.
3.Saat membeli makanan Fion di tabrak seorang cowok
4.Fion berkenalan dengan seorang cowok bernama Alfi
5.Alfi mengajak Fion untuk jalan di malam hari
6.Alfi menyatakan cinta kepada Fion dan Fion menerima cinta Alfi
7.Sampai sekarang Fion dan Alfi masih bersama.









CINTA SEJATI FIONA
Matahari telah bangun,menandakan hari yang cerah akan dimulai.Hari ini adalah hari minggu.seperti minggu-minggu biasanya,aku selalu ada waktu untuk berenang.Ya,itulah hobiku sejak kecil.Namaku Fionada sieny sabastian,yang akrab di panggil fion.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 07.30.Itu berarti saatnya aku dan temen dekatku pergi berenang.Oo,,iya eliz anindia putri itulah temen yang aku  maksud.Aku biasa memanggilnya eliz,itu udah panggilan sejak kecil.
“hay el,,dah siap berangkat?”tanyaku saat menepuk bahunya.”lets’go sobat,,”.
Tak terasa aku dan eliz dah nyampek di SJT Swimming Pool,itu tempat yang akan aku lalui agenda hari ini.
Tapi kenapa hari ini ada yang aneh tentang hati kecilku.Apa,,gara-gara aku baca ramalan bintang yang mengungkapkan bahwa hari ini aku akan menemukan cinta sejati yaaaa,.!Mungkin ini hanya perasaanku yang terlalu percaya dan berharap mendapatkan cinta sejati.
Tak lama kemudian aku selesai berenang dan bergegas mencari makan.”eem,fion aku minta tolong ya,nitip baksonya 1 mangkuk,” celoteh ely menyuruhku tanpa sungkan dan masih terus melanjutkan berenang nya.”ya deh aku beliin,”.”makasih teman”.
Akupun terus berjalan menuju tempat untuk membeli makanan.
Bruuuuhg diriku tersungkur ke tanah,.”aduuuhg gimana sich ni orang.Punya mata di pakai buat lihat dong”sambil melotot aku marah-marah pada cowok yang sengaja atau tidak mendorongku dari belakang.”maaf neng gak sengaja,.mana tanganya?”.”buat apa megangin tanganku,sakit tauk”,”diem atuh,mau cepat sembuh gak lukanya?”Akupun hanya menganggukan kepala untuk menjawab.Tak ku sangka,ternyata cowok ini baek juga,cakep lagi kataku dalam hati.”gimana,udah gak kesleo lagikan tanganmu?,oyaa,,kenalin aku Alfi”sejenak aku terpaku menatap alfi,,”oooh iya makasih,udah gak sakit kok,aku fion”.
Yah inilah awal perkenalanku dengan alfi,si cowok tampan yang baek hati.Mulai saat itulah aku dan dia saling mengenal satu sama lain,mulai dari tukeran no hp,hingga jalan bareng.
Pada suatu ketika Alfi ngajak aku jalan di malam hari,tepat nya malam minggu.Gak tau kenapa,hati kecilku sangat bahagia.Apakah ini bertanda kalau dia emang pangeran yang akan memberiku cinta sejati???Heeehe Berharap banget.
Kring kring kring,,hp ku berbunyi dengan lantangnya.”ea hallo,ada apa al,kita jadi jalan yaa???”.”hallo juga,ya ntar aku jemput jam 7 dirumah kamu.”,”ukeey aku tungguin yaa??”.”yaaa,aku mau ngomong sesuatu ntar,””ngomong apa al?”tanyaku sambil penasaran.”rahasia dong,ntar juga tau sendiri,udah dulu yaa bey bey”.”ya dech” aku mulai menutup telepon dengan hati masih seribu pertanyaan.
Kuceritakan saja penasaranku ini terhadap eliz,.”apa??kamu mau jalan sama alfi?Gak salah denger nich”.”ya el,emangnya kenapa?”.”Gk kok.,waah rasanya bentar lagi ada yang jadian nich,.wahahahaha”.”aaah kamu el bisa aja,eh dah dulu ya aku mau siap-siap buat jalan sama alfi..”. ”ya,good luck teman” eliz menyemangatiku.
Tak terasa jam udah nunjukin pukul 7 tepat,aduh aku grogi banget niich mau jalan sama alfi.AKu udah dandan yang maxi ,karena malam ini malam yang akan aku lewati berdua sama dia.Tok tok tok,aku berlari menuju ke pintu depan.”ech udah dateng kamu al,ayoo masuk”.”Gak deeh,kita langsung jalan aja yuuk”,”Ok’lah kalau begitu”kujawab dengan penuh semangat.
“Kamu mau ngajak aku kemana sich al?”
”ke taman,mau gak” jawabnya sambil menatap mataku.! “ya al,aku mau banget”jawabku dengan terbata-bata.Tak terasa kami pun akhirnya sampai di taman.
“kamu mau pesan apa fi,?”.”eem,aku ngikut aja dech”.”yaudah kita makan pisang bakar aja yaa!”.anggukan kepala menandakan jawaban setuju.Tak berapa lama pesanan kami telah tiba.”ayo dimakan fi”. “ya,kamu aja duluan.malez nich”.Tiba-tiba saja tangan alfi langsung nyuapin akun makan.
OMG rasanya seperti melayang di angkasa.Aku hanya terdiam menikmati ini semua,dengan pemandangan yang sangat indah ditaburi ribuan bintang dilangit.Tak henti-henti nya,mata kami saling bertatapan.
Tak terasa,makanan kami pun telah habis.Malam ini sungguh malam yang indah yang pernah ku lalui bersama dengan Alfi. Sebenarnya diam-diam aku mulai menyukai dan menyayangi Alfi.
Tangan Alfi mulai memegang tanganku,aku sungguh terkejut.”fion,sebelumnya aku minta maaf,telah lancang memegang tanganmu.aku sayang dan cinta banget sama kamu fi,udah lama aku memendam perasaanku ini.Aku mohon fi,kamu mau yaaa jadi pacarku,pendamping hidupku mulai dari sekarang untuk selamanya”.Seketika tubuhku lemah tak berdaya,perasaanku bercampur jadi Satu.Tak menyangka,kalau dia begitu cepat ungkapin ini.
“benarkah al,kamu mencintai aku?”,”serius fi,aku sejak pandangan pertama udah mulai ada rasa sama kamu.Pliis jangan nyaktin aku,kalau kamu juga cinta sama aku,tolong jawab sekarang”.”al,mafin aku.Aku gak bisa nolak kamu,aku sejak pertama ketemu sama kamu,aku juga udah mulai ada rasa”.”serius fi,sumpah aku bahagia banget malam ini”.Anggukan kepalaku menjadi jawaban kalau aku nerima dia jadi cowokku.Alfi pun memeluk ku dengan erat.Oooh terimakasih tuhan,engkau benar-benar mengirimkan seorang pangeran untukku.Akhirnya cintaku tidak bertepuk sebelah tangan dan Alfi beneran jadi kekasihku.
Balutan angin malam ,ribuan bintang dilangit, menjadi saksi awal kisah percintaaanku dengan Alfi.Akhirnya aku pulang diantar kekasihku Alfi,karena dia takut kalau terjadi sesuatu hal yang tidak di inginkan terjadi padaku. Kamipun bergegas untuk pulang,karena waktu telah menunjukkan pukul 8 anak gadis tidak baik pulang terlalu malam.
Sinar matahari pagi mulai menyinariku di dalam tempat peristirahatan.Tak terasa,malam telah berganti pagi.Dan sepertinya kejadian tadi malam masih begitu teringat di hati dan otak ku.Kejadian yang seperti mimpi panjang bagiku.
Tak henti-hentinya aku memikirkan Alfi.Sudah jelas-jelas dia menjadi pacarku.Dari tadi aku hanya memikirkan dia seorang. Kriing kriing kring,suara hp ku berbunyi,membangunkan ku dari khayalanku tentang kejadian semalam.”haloo al,ada apa?tumben pagi-pagi udah telpon”.”gak boleh ya fi,aku kan kangen sama kamu sayang”.Ooh,dia memanggilku sayang,pikirku dalam hati.”gak apa-apa kok al,aku juga kangen sama kamu,eh semalem kamu lagi gak bercanda  kan??”. “sumpah enggak deh fi,aku beneran sayang sama kamu.Hari ini kita udah resmi pacaran.”
Hari-hari kulalui bersama dengan Alfi.Hingga tak terasa hubunganku dengan dia semakin erat saja.Bak perangko dengan amplop,sungguh tak dapat di pisahkan.Orang tua kami pun juga telah mengetahui hubungan kami.Dan syukurlah mereka menyetujui hubungan ini.Karena kami pun berpacaran dengan sehat.Saling mendukung  satu sama lain. Akhirnya cerita cintaku ini berakhir dengan bahagia.Hingga saat ini kami pun masih bersama dalam satu cinta.







Veteran Tua
                Seorang lelaki tua menyandarkan sepeda bututnya di parkiran balai desa. Karena baru saja datang, lelaki itu akhirnya duduk di antrian paling belakang. Satu jam sudah ia duduk mengantri di tempat itu. Beberapa saat kemudian, tibalah kakek itu di antrian paling depan. Ia mengeluarkan sebuah map berwarna merah yang ia bungkus dengan kresek berwarna hitam dan menyerahkannya kepada si petugas kelurahan. Si petugaspun langsung memeriksa satu per satu isi map merah milik kakek tadi.
                  “Maaf pak, tapi syarat-syarat bapak kurang lengkap. Bapak harus meminta surat keterangan tidak mampu dari ketua RT dan RW, baru bapak bisa kembali lagi kesini. Kata si petugas kelurahan sambil menyerahkan kembali map merah milik kakek.
                Lelaki tua itu tetap berusaha tersenyum, sudah lebih dari sejam ia duduk menunggu disana namun ternyata semua itu sia-sia. Ia kembali menuju sepeda onthel tuanya yang diparkir diantara beberapa mobil dan sepeda motor.
                Kakek tua yang sehari-hari bekerja sebagai kuli panggul di pasar itu dulunya adalah seorang pejuang kemerdekaan, sudah banyak pengalaman pahit manis yang dialaminya. Ia telah kehilangan banyak sekali teman-teman seperjuangannya, tapi kematian teman-temannya tersebut tidaklah sia-sia. Mereka semua adalah para syuhada, mereka semua mati syahid, mati di jalan Illahi sebagai bunga bangsa.
                Lelaki tua itu tiba-tiba tersentak mendengar klakson bis yang membangunkannya dari lamunan masa lalunya. Tak terasa ternyata ia telah berada di jalan raya, itu artinya ia harus lebih berhati-hati lagi.
                Kakek itu sekarang tinggal bersama istrinya di kolong jembatan setelah rumah mereka digusur polisi seminggu lalu. Tapi sayangnya sang istri sekarang sedang sakit keras dan dirawat di rumah sakit, sementara si kakek sedang mengusahakan pengobatan gratis bagi istrinya tersebut.
                Tiba-tiba anngin berhembus semakin kencang, suara petir mulai terdengar dan awanpun berubah menjadi hitam tanda akan turun hujan. Dan benar saja, hujan turun dengan derasnya. Si kakek memutuskan untuk berteduh di emperan toko karena tak ingin map yang dibawanya tersebut menjadi basah dan rusak.
                Ternyata dari tadi lelaki tua itu berteduh di depan warung sate, pantas saja perutnya merasa semakin lapar. Ia ingat bahwa terakhir ia makan sudah sejak tadi malam, sedangkan sekarang sudah jam dua lebih. Sekilas ia menengok ke dalam warung sate tadi, di dalamnya banyak orang sedang makan dengan lahapnya. Lelaki tua itu pun tersenyum, ia merasa bangga karena perjuangannya dulu saat mengusir kompeni dari tanah airnya tidaklah sia-sia. Bila ia dan teman-teman seperjuangannya dulu gagal mengusir penjajah, mungkin mereka tak akan bisa menikmati suasana seperti ini.
                Kakek tua itu kemudian mengalihkan pandangannya ke televisi yang dari tadi di setel oleh seorang pedagang kaset yang berjualan tak jauh darinya. Televisi itu sedang menyiarkan seorang berpakaian jas hitam rapi dengan mengenakan dasi sedang berpidato di sebuah ruangan yang kelihatannya sangat mewah. Si lelaki tua itu menebak bahwa orang yang sedang muncul di televisi tadi pastilah seorang pejabat negerinya. Dalam pidatonya, orang itu mengatakan bahwa rakyat di negerinya sudah kehilangan rasa nasionalisme, rakyat dinegerinya juga dikatakan sudah kehilangan rasa cinta terhadap tanah airnya. Sejenak ia berpikir merenungi kata-kata pejabat itu. Dalam hati ia bertanya, siapa sebenarnya yang tidak punya nasionalisme, rakyat negerinya atau para pejabat itu?
                Apakah pejabat yang bernasionalisme adalah pejabat yang makan kekenyangan saat rakyatnya mati kelaparan? Apakah pejabat yang nasionalis adalah para pejabat yang bebas liburan keliling dunia saat rakyat di negerinya antri bbm hingga berhari-hari? Atau pejabat yang punya banyak mobil mewah saat rakyatnya berdesakan di gerbong kereta api?
                Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus memenuhi pikirannya, namun ia sadar ia harus pergi sekarang. Istrinya di rumah sakit pasti sudah menunggunya dan hujan pun kini telah reda, lelaki tua itu kembali mengayuh sepedanya.
                Sesampainya di rumah sakit kekek tua itu memarkirkan sepedanya dan langsung bergegas menuju kamar tempat istrinya dirawat. Entah kenapa kakek itu selalu merasa tak tenang setiap jauh dari istrinya. Ia akan memastikan dulu bahwa istrinya tak membutuhkan bantuannya, baru ia akan berangkat lagi untuk mengurus surat keringanan ke ketua RT dan RW.
                Saat sampai di depan kamar tempat istrinya dirawat, ia mendapati bahwa kamar sudah dalam keadaan kosong. Pintu kamarpun dalam keadaan terkunci sehingga tak bisa dibuka, padahal kakek itu yakin ia tidak salah kamar. Dalam hati ia berpikir bahwa mungkin istrinya telah sembuh sehingga dipindahkan ke tempat lain oleh dokter. Namun untuk memastikan, si kakek mencari seorang dokter yang tadi pagi memeriksa keadaan istrinya. Si kakek pun menanyakan kepada dokter tadi dimana istrinya sekarang berada. Dokter pun menatap wajah si kakek dengan mata berkaca-kaca.
                “Maaf pak, kami sudah berusaha sebisa kami tapi ternyata Allah berkehendak lain. Istri bapak sudah meninggal sejam yang lalu.” Kata si dokter yang tak bisa menyembunyikan rasa sedihnya.
                Si kakek pun meneteskan air matanya, tubuhnya bergetar hebat, map merah yang dibawanya jatuh dari pegangan tangannya. Pandangannya pun menjadi semakin kabur dan perlahan menjadi gelap gulita. Si kakek pun sekarang sudah tak ingat apa-apa lagi.
                Keesokan harinya dua buah gundukan tanah baru muncul di kuburan. Yang satu bertuliskan Darsono bin Atmo, seorang veteran tua yang sehari-hari bekerja sebagai kuli panggul. Sedangkan nisan yang satunya lagi bertuliskan Pariyem binti Ngatijo, istri dari sang veteran pejuang. Meskipun sang veteran miskin itu sekarang telah tiada. Namun di negerinya, negeri dimana kayu dan batu bisa jadi tanaman, masih banyak orang yang bernasib sama bahkan lebih tragis darinya. Mereka semua, para rakyat di negeri itu, banyak yang rela bekerja keras membanting tulang memeras darah hanya sekedar untuk makan sekali sehari.


















Dari contoh cerpen diatas, dapat kita tentukan unsur-unsur intrinsik yang membangun cerita pendek tersebut, yaitu:
Unsur Intrinsik
1. Tema                                : Perjuangan
2. Sudut Pandang             : Orang ketiga serba tahu.
3. Amanat                           : Tetaplah sabar dan tetap berjuang sesulit apapun keadaan.
4. Alur                                   : Gabungan (maju dan mundur)
5. Latar :              
    :Tempat: kantor balai desa, emperan toko, rumah sakit.
    Waktu: siang hari, jam dua siang.
    Suasana: sedih, mengharukan.
6. Penokohan :
    Kakek Tua : pekerja keras, penyabar, ramah.
    Istri : setia, penyabar.





















Komentar