MAKALAH
HATE SPEECH ATAU PENYEBAR KEBENCIAN
DI DUNIA MAYA TIDAK TERMASUK
KEBEBASAN BERPENDAPAT
Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas ....
Oleh:
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Dewasa ini, fenomena hate speech
atau ucapan kebencian menjadi pembicaraan hangat setelah Kepolisian Republik
Indonesia mengeluarkan surat edaran yang menyatakan bahwa pelakunya dapat
dikenai sanksi pidana. Hal ini dilatarbelakangi setelah banyaknya netizen di
media sosial yang sering mengeluarkan hate speech baik dikolom komentar maupun
status pribadinya. Yang patut disayangkan, para pelaku penyebar hate speech
seringnya menyasar isu-isu sensitif seperti suku, agama, ras, warna kulit,
gender, dan kaum difabel. Polisi berharap tindakan bisa menimbulkan efek jera
bagi pelaku.
Hujatan yang dilakukan para penebar
hate speech berbeda kritik. Di era informasi dan demokrasi saat ini, kebebasan
berpendapat memang merupakan satu hal yang dijunjung tinggi. Orang-orang, saat
ini memang telah terbiasa dengan kebebasan bersuara tanpa harus takut dikekang.
Namun, orang-orang yang menyebarkan hate speech pun biasanya akan berdalih
bahwa ia hanya sekedar memberi kritik. Padahal, secara kontras hal itu lebih
mengarah ke hujatan. Kritik sejatinya sesuatu yang diperlukan dan bersifat
positif, sementara hujatan adalah sesuatu yang memang ditujukan untuk
menyerang.
Dampak dari hal ini tentu saja akan
berakibat buruk bagi masyarakat, terutama pengguna medsos karena akan menerima
informasi yang tidak benar dan berakibat munculnya kebencian dalam masyarakat
dan mengakibatkan konflik hingga hambatan di bidang birokrasi pemerintahan dan
lainnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian hate speech atau
penyebar kebencian di dunia maya?
2.
Bagaimana menghadapi pelaku hate speech
atau penyebar kebencian di dunia maya?
3.
Mengapa pelaku menyebarkan kebencian di
dunia maya?
C.
Tujuan
1.
Agar masyarakat mengetahui pengertian
hate speech atau penyebar kebencian di dunia maya.
2.
Agar masyarakat dapat menghadapi pelaku
hate speech atau penyebar kebencian di dunia maya.
3.
Agar masyarakat mengetahui penyebab
pelaku menyebarkan kebencian di dunia maya.
D.
Manfaat
Manfaat
dari makalah ini adalah dapat menambah wawasan baru bagi masyarakat tentang
fenomena hate speech atau penyebar kebencian di dunia maya
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN HATE SPEECH ATAU PENYEBAR
KEBENCIAN DI DUNIA MAYA
Hate Speech (Ucapan Penghinaan/atau
kebencian) adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau
kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau
kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis,
gender, cacat, orientasi seksual,kewarganegaraan, agama, dan lain-lain.
Dalam arti hukum, Hate speech
adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena
dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak
pelaku Pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut. Website yang
menggunakan atau menerapkan Hate Speech ini disebut Hate Site. Kebanyakan dari
situs ini menggunakan Forum Internet dan Berita untuk mempertegas suatu sudut
pandang tertentu.
Para kritikus berpendapat bahwa
istilah Hate speech merupakan contoh modern dari novel Newspeak, ketika Hate
speech dipakai untuk memberikan kritik secara diam-diam kepada kebijakan sosial
yang diimplementasikan dengan buruk dan terburu-buru seakan-akan kebijakan
tersebut terlihat benar secara politik.
Sampai saat ini, belum ada
pengertian atau definisi secara hukum mengenai apa yang disebut Hate speech dan
pencemaran nama baik dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris, pencemaran
nama baik diartikan sebagai sebagai defamation, libel, dan slander yang jika
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah fitnah (defamation), fitnah
lisan (slander), fitnah tertulis (libel). Dalam bahasa Indonesia, belum ada
istilah yang sah untuk membedakan ketiga kata tersebut.
Etika dalam dunia online perlu
ditegaskan, mengingat dunia online merupakan hal yang sudah dianggap penting
bagi masyarakat dunia. Namun, semakin banyak pihak yang menyalahgunakan dunia
maya untuk menyebarluaskan hal-hal yang tidak lazim mengenai sesuatu, seperti
suku bangsa, agama, dan ras. Penyebaran berita yang sifatnya fitnah di dunia
Internet, misalnya, menjadi hal yang patut diperhatikan. Internet Service
Provider (ISP) biasanya menjadi pihak yang dianggap bertanggung jawab atas
segala isi yang mengandung fitnah. Sesungguhnya, isi yang mengandung fitnah
berada di luar tanggung jawab ISP; terlebih ada pihak ke tiga yang memasukkannya
tanpa sepengetahuan ISP. Sama halnya seperti manajemen dalam toko buku, dunia
Internet membedakan peran antara distributor dan publisher. Dalam hal ini, ISP
sekadar bertindak sebagai publisher yang mengontrak distributor untuk mengelola
jaringan mereka. Hal di ataslah yang sering disebut dengan Libel yakni sebuah
pernyataan ataupun ekspresi seseorang yang mengakibatkan rusaknya reputasi
orang lain dalam komunitas tertentu karena ekspresinya itu. Ataupun bisa dalam
bentuk pembunuhan karakter dan dalam dunia professional sekalipun.
Dalam bukunya yang berjudul ‘The
New Communication Technology’, Mirabito menyatakan ada 12 ribu pengguna
Internet yang menjadi korban kejahatan di Internet yang berkenaan dengan: suku
bangsa, ras, agama, etnik, orientasi seksual, hingga gender. Nyatanya, kemajuan
Internet berjalan seiring dengan peningkatan teror di dunia maya. Contoh kasus
pada seorang anak muda berusia 19 tahun yang menggunakan komputer di sekolahnya
untuk mengirim surat elektronik berisi ancaman pembunuhan pada 62 siswa lain
yang keturunan Asia-Amerika. Contoh kasus di atas adalah salah satu contoh
kasus mengenai istilah hate yang sering dihadapi oleh Amerika dan merupakan
sebuah dilema dari kebebasan berekspresi dari first amandment mereka. Kejahatan
Hate merupakan masalah serius yang dihadapi oleh Amerika, pada tahun 2001
sendiri terdapat 12.000 individu yang menjadi korban dari kejahatan Hate ini
biasanya dikarenakan ras, etnis, negara asal, agama atau kepercayaan mereka,
orientasi sex, atau bahkan karena gender mereka.
B. CARA MENGHADAPI PELAKU HATE SPEECH ATAU
PENYEBAR KEBENCIAN DI DUNIA MAYA.
Anonimitas di dunia maya tidak bisa
dipungkiri telah membuat orang lebih bebas bersuara - apalagi dengan akun
fiktif, orang bisa mempengaruhi orang lain dengan motif tertentu. Contoh nyata
terjadi baru-baru ini adalah sebuah akun dengan nama Dudi Hermawan yang menuai
kemarahan karena membuat ancaman dalam status Facebook-nya. Dalam status itu,
Dudi mengatakan akan 'menebas kepala' Presiden Jokowi karena dianggap
"kerjanya hanya nonton bioskop dan konser saja." Terbaru, pemilik
akun Facebook Arif Kusnandar menulis sesuatu yang lebih provokatif dan rasis,
menyikapi masalah pelemahan rupiah dan relokasi warga Kampung Pulo. Dia
mengatakan jika rupiah tembus Rp15.000 per dolar, tragedi 1998 akan terulang.
Dia memprovokasi orang-orang yang merasa dirugikan untuk turun ke jalan,
melakukan aksi kekerasan, bahkan pembunuhan, terhadap etnis tertentu.
Nia Sjariffudin dari Aliansi
Nasional Bhinneka Tunggal Ika mengatakan ungkapan kebencian atau 'hate speech'
di dunia maya sudah "kronis" dan jika tidak diatasi "akan
membunuh kita bersama." Petisi untuk meminta pemerintah menangani 'hate
speech' di dunia maya telah ditandatangani lebih dari 16.000 orang. Pemerintah dapat
segera menangani kasus-kasus penyebar kebencian di internet dalam bentuk
pemantauan dan penyaringan konten, serta memasukan edukasi wajib tentang
literasi internet ke sekolah-sekolah.
Ismail Cadiwu, Humas Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan kepada BBC Indonesia bahwa
'hate speech' bisa ditindak secara hukum dengan UU ITE dan masyarakat diminta
aktif melapor. Namun, Kominfo mengakui saat ini pihaknya belum menyediakan
platform aduan khusus untuk kasus penyebaran kebencian.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan
ketika menemukan konten semacan itu. Masyarakat harus proaktif untuk melaporkan
akun-akun yang berisi kebencian rasial, diskriminasi, dan radikalisasi. Pertama,
berikan informasi pada orang yang bersangkutan bahwa konten yang dia tulis itu
mengandung kebencian yang akan menyulut kemarahan dan tidak menyelesaikan
persoalan, kedua, masyarakat bisa mengingatkan bahwa selain bisa dijerat UU
ITE, pelaku juga bisa dijerat dengan UU 40 tahun 2008 tentang diskriminasi
rasial, ketiga, jika tidak digubris masyarakat wajib melaporkan dan memastikan
bahwa orang lain tahu bahwa akun itu adalah akun penyebar kebencian. Caranya
bisa bermacam-macam, misalnya dengan melakukan screenshot dan menyebarkan ke
teman-teman Anda. Kita harus bergerak jika konten akun tersebut sudah
terang-terangan mengajak orang lain untuk menghabisi hidup orang lain.
C.
PENYEBAB PELAKU MENYEBARKAN KEBENCIAN DI
DUNIA MAYA
Penyebab para pelaku menyebarkan
kebencian menurut psikolog Elizabeth Santosa adalah orang yang sering
menyebarkan hate speech punya masalah psikologis. Impulsif dan kurang percaya
diri biasanya adalah sifat yang dimiliki seorang pelaku.
“Impulsif dalam artian nih orang kalau lagi
pengin makan apa enggak berpikir panjang lagi langsung makan. Gampang ngikutin
moodnya,” ujar Elizabeth ketika dihubungi detikHealth, Selasa (3/11/2015).
“Manajemen
emosinya berantakan atau rendah dan cenderung rakus jadi enggak mau diam duduk
lihat penjelasan dulu langsung gerak cepat. Reaktif, gampang terprovokasi dan
tersulut,” lanjut pengajar dari Swiss German University (SGU) ini.
Pendidikan pola pikir dan
pengasuhan yang tepat menurut Elisabeth adalah cara yang bisa dilakukan untuk
mencegah terbentuknya sifat-sifat tersebut. Sementara itu Direktur Lembaga
Psikologi Daya Insani Sani Budiantini Hermawan turut berkomentar bahwa fenomena
ini semakin parah ketika masyarakat bereaksi terhadap pelaku. Jika masyarakat
memang punya kematangan mental yang cukup maka ucapan-ucapan pelaku seharusnya
tak membawa dampak banyak.
“Ketika
kematangan suatu bangsa itu memang masih dianggap belum matang, memang hal-hal
berbau negatif itu bisa menimbulkan dampak yang lebih besar. Bisa menular
memperuncing konflik, membuat jarak antar kelompok,” tutupnya.
Faktor lingkungan juga memiliki
peran untuk menyebabkan munculnya pelaku hate speech atau penyebar kebencian di
dunia maya.
Menurut
Elizabeth, diluar hal genetik, faktor yang lebih besar adalah bagaimana
lingkungan sekitar membentuk kepribadian seseorang. Pola asuhan orang tua akan
memengaruhi bagaimana sifat seorang anak, lalu kemudian lanjut memasuki fase
dewasa teman sebaya dan pasangan juga akan turut berkontribusi.
“Dua
faktor yaitu bawaan genetik atau juga dipicu oleh lingkungan. Contoh ada orang
yang memang dia baik, tapi dari dulu mama papanya ‘seperti itu’ nah itu kan
akan terbentuk juga nantinya (ketika dewasa),” kata Elizabeth
Selain itu, sifat penyebar hate
speech sebenarnya memang bisa dibentuk. Nah, sebagai orangtua, sudah seharusnya
kita mengajarkan anak-anak pola asuh yang mengarah ke pendidikan mental dan
pola pikir. Hal ini dikarenakan, ketika mereka dewasa nanti, diharapkan tak
mudah terhasut di zaman yang bebas berekspresi seperti saat ini.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Etika
dalam dunia online perlu ditegaskan, mengingat dunia online merupakan hal yang
sudah dianggap penting bagi masyarakat dunia. Namun, semakin banyak pihak yang
menyalahgunakan dunia maya untuk menyebarluaskan hal-hal yang tidak lazim
mengenai sesuatu, seperti suku bangsa, agama, dan ras. Semua penghinan tersebut
hanya dapat dituntut jika ada pengaduan dari individu yang terkena dampak
penghinaan, kecuali kalau penghinaan tersebut dilakukan kepada seorang pegawai
negri yang sedang melakukan pekerjaanya secara sah.
Pasal-pasal yang mengatur tindakan Hate speech
terhadap seseorang semuanya terdapat didalam Buku I KUHP Bab XVI khususnya pada
Pasal 310, Pasal 311, Pasal 315, Pasal 317 dan Pasal 318 KUHP. Sementara,
penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap pemerintah, organisasi, atau
suatu kelompok diatur dalam pasal-pasal khusus, yaitu[9] :
1.
Penghinaan terhadap kepala negara asing
(Pasal 142 dan Pasal 143 KUHP)
2. Penginaan
terhadap segolongan penduduk/kelompok/organisasi (Pasal 156 dan Pasal 157 KUHP)
3. Penghinaan
terhadap pegawai agama (Pasal 177 KUHP)
4.
Penghinaan terhadap kekuasaan yang ada
di Indonesia (Pasal 207 dan pasal 208 KUHP)
B.
Saran
Masyarakat harus proaktif untuk
melaporkan akun-akun yang berisi kebencian rasial, diskriminasi, dan
radikalisasi. Masyarakat dapat mengingatkan bahwa selain bisa dijerat UU ITE,
pelaku juga bisa dijerat dengan UU 40 tahun 2008 tentang diskriminasi rasial, dan
jika tidak digubris masyarakat wajib melaporkan dan memastikan bahwa orang lain
tahu bahwa akun itu adalah akun penyebar kebencian. Caranya bisa
bermacam-macam, misalnya dengan melakukan screenshot dan menyebarkan ke
teman-teman Anda.
DAFTAR
PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar